Langsung ke konten utama

Inikah Rasanya Traveling ke Afrika Selatan?

Pada hari sabtu, 31 Agustus 2013 saya dan rombongan dalam acara Sales Mission bertolak ke- 3 kota di Afrika Selatan. Ketiga kota itu diantaranya adalah Johannesburg, Pretoria, dan Cape Town. Dari Bandara Soekarno-Hatta kami berangkat malam hari sekitar pukul 10 malam dan transit di Bandara Changi, Singapura. Di Singapura transit memakan waktu 1 jam 30 menit, kami pun "nongkrong" dulu di Starbucks untuk sekadar ngopi-ngopi cantik. Setelah mendengar pengumuman boarding, kami lekas masuk kembali ke dalam pesawat. 

Perjalanan dari Singapura ke Johannesburg diperkirakan memakan waktu selama 10 jam. Berhubung saya mengidap insomnia dan nampaknya waktu 10 jam itu cukup melelahkan, maka untuk mengatasi penyakit susah tidur, saya sudah menyiapkan obat anti mabuk perjalanan.

Memakan obat mabuk perjalanan bukan berarti saya "udik" atau memang mabuk perjalanan, tapi dengan tujuan untuk membuat saya cepat tertidur saja. Fyi, perbedaan waktunya antara Afrika Selatan dan Indonesia bisa 5 Jam lebih cepat Indonesia.


Hari Pertama (Singapura-Johannesburg)

Pagi ini dingin ternyata, sepertinya saya salah bawa kostum. Maklum saja, menurut PCO yang menemani rombongan katanya cuaca di sini berkisar 20 derajat celcius, tapi ternyata PCO juga manusia, bisa juga salah! Sekarang itu temperaturnya 6 derajat celcius (cukup dingin bila tak pakai jaket). Keluar dari pesawat, kami langsung bergegas untuk mengambil bagasi. 

Dikarenakan cuaca di luar dingin sekali, saya terpaksa buka kopor mengambil jaket untuk mengatasi rasa kedinginan saya. Setelah keluar dari imigrasi, kami disambut oleh Pak Yudhi, local guide kami selama disana. Pak Yudhi membawa kami untuk check-in di Hotel Mercure Randburg hanya untuk sekadar menaruh barang-barang saja, lalu dilanjutkan untuk melihat venue di Protea Hotel Balalaika

PCO dan beberapa anggota Kemenpar terlihat sibuk mengatur venue untuk acara besok. Kelar dari setting venue, kemudian rombongan dibawa untuk makan siang di sebuah restoran yang berada di Nelson Mandela Square. Saya lupa nama restorannya apa, pastinya menu andalan restoran ini Steak, sih. Terbukti emang steaknya lezat, porsinya besar, sayangnya saya tidak bisa terlalu menikmatinya karena lagi-lagi bermasalah dengan perut (poor me). 


Menu lain selain steak
Setelah selesai makan, saya dan Frita menyempatkan diri untuk berfoto dulu di Nelson Mandela Square. Kenapa dinamakan Nelson Mandela Square? Menurut saya karena ada patung Nelson Mandela yang besar, mungkin inilah kenapa dinamakan Nelson Mandela Square *sotoy


Nelson Mandela Square

Setelah mengajak kami makan siang, lalu Pak Yudhi membawa kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Waktu di sini masih sore, tapi kami tidak boleh keluar sembarangan dari hotel, karena konon katanya di Afrika Selatan itu tingkat kriminalitasnya tinggi, maka tak heran setiap rumah di sana memasang kawat listrik bervoltase cukup besar yang bisa membuat orang pingsan.

Ini cukup aneh bagi saya, karena saya melihat di sini itu banyak mobil mewah, lingkungan bersih, teratur, rumah kumuh memang ada, tapi itu sudah ditata sedemikian rupa hingga mempunyai daerah tersendiri, toilet juga lebih bersih dibandingkan di China, tapi kira-kira apa yang menyebabkan tingkat kriminalitasnya tinggi?


Hari Kedua (Johannesburg-Pretoria)

Alarm ponsel berbunyi pada pukul 4 pagi waktu setempat, ini menandakan saatnya saya bangun lalu mandi, dandan, makan pagi, dan siap-siap berangkat untuk acara di hotel Balalaika. Ada kejadian lucu, ketika kami sedang makan pagi di hotel Mercure Randburg dengan kondisi full make up, nampaknya semua yang sedang makan di situ tercengang, bahkan petugas yang mengurusi restoran sempat meminta foto bersama kami. Usai berfoto bersama kami, ia bertanya:

"Are you, guys from Thailand?".
"No, We are from Indonesia", jawab saya.
"Uhmm... okay, both of you so beautiful with that costumes! I like it!", sambung si "bule" dengan ekspresi riang gembira dan sangat terpukau.

Mendengar pujian dari si bule terkadang membuat bangga, eh, bahkan sangat bangga saya bisa dilahirkan dengan darah Indonesia. Setelah selesai berbincang-bincang dengan si bule, berangkatlah kami ke tempat venue.

Oke... tugas negara sudah ditunaikan, kami lantas segera bertolak ke kota berikutnya, yaitu Pretoria. Dari Johannesburg menuju Pretoria kami dibawa dengan 'Elf' yang berkapasitas 10 orang dan kata driver-nya hanya 1 jam saja untuk sampai di sana. 

Sepanjang perjalanan saya sering menemui kata “To let“. Sebenarnya apa sih kata itu? Rasanya ingin saya tambahkan kata itu dengan meyelipkan huruf “i” sesudah huruf “o”, biar dibacanya jadi “Toilet“. Ternyata setelah saya bertanya ke Pak Yudhi apa maksud dari kata itu, “To let” artinya sama dengan “For rent”.

Aneh juga artinya cukup menyimpang, lalu tidak hanya itu saja, di sini traffic light juga disebut "robot". Mungkin karena traffic light tidak pernah lelah untuk mengatur lalu lintas kendaraan (lagi-lagi cocokologi sendiri). Oh iya, karena perjalanan cukup jauh, driver-nya menyempatkan isi bensin dulu. Sistem pengisian bensin hampir sama di Indonesia, yaitu masih ditunggui oleh petugasnya, saya kira isi bensin di sini isi sendiri seperti di Eropa. 

Lepas dari masalah perbensinan kembali lagi menuju perjalanan. Tidak lama, akhirnya kami sampai juga di Pretoria. Di sini kami menginap di Hotel Holiday Inn Express dimana interiornya lebih bagus daripada di Mercure Randburg. Disini tersedia kolam renang, pemandangan dari kamar cukup indah, dan terlihat lebih kekinian. Sayangnya hanya menginap 1 hari saja, padahal saya sudah merasa nyaman sekali di hotel ini. 


Holiday Inn Express



Hari Ketiga (Pretoria-Cape Town)

Kegiatannya masih sama dengan hari kemarin, sedikit berbedanya kali ini kami ke tempat acara dengan menggunakan taksi. Herannya taksi di sini itu sejenis "Avanza" yang mampu menampung 7 penumpang. Kalau di Indonesia kan umumnya taksi itu mobilnya sedan, terkecuali taksi yang memang dikhususkan untuk di hotel-hotel besar atau di bandara memang memakai "Alphard" (Argo buka pintunya mahal). 


Supir gaul tapi sayang bermasalah dengan bau badan

Beralih dari masalah pertaksian, acara kami ceritanya sudah selesai nih, jadi tidak perlu mengulang cerita lagi karena sama saja. Lanjut cerita selesai acara, kami langsung bertolak ke Cape Town dengan menaiki pesawat domestik. Perjalanan memakan waktu 2 jam untuk sampai ke Cape Town.

Sesampainya di bandara Cape Town, kami dibawa menuju Hotel Fountains dengan menggunakan Elf juga. Ketika sudah sampai di hotel, sepertinya pada kelaparan karena memang belum makan malam. Tadinya kami mau makan malam di restoran China di dekat hotel, tapi ternyata setelah masuk ke restoran tersebut chef-nya sudah pulang, terpaksalah kami makan di restoran hotel tempat kami menginap. Sesudah makan malam, kami tidak packing karena selama 4 hari ke depan masih tetap berada di sini.


Hari Keempat (Cape Town)

Inilah "the last day" untuk kami. Setelah selesai acara, kami diajak jalan-jalan ke Waterfront. Di sini seru bisa foto-foto dengan bianglala yang besar, orang yang berakting seperti patung dan juga foto dengan keempat patung tokoh penting.



Ini dia Bianglalanya

Pemandangan di waterfront dari lantai 2



Ini patung apa manusia?


Selain foto-foto, waktu sudah malam kami pun diajak untuk makan malam di sekitar sini, yaitu di restoran Thailand. Karena tahu itu restoran Thailand jadi saya memesan "Tom Yum" untuk menghangatkan badan yang agak kedinginan.


Hari Kelima (Cape Town)

Tidak seperti pagi sebelumnya, kali ini bangun pagi saya terasa enteng, maklum saja sudah tidak ada kewajiban lagi yang ditunaikan. Sekarang waktunya jalan keliling Cape Town. Setelah makan pagi di hotel, berangkatlah kami ke tempat bebatuan. Di sana banyak sekali batu dari berbagai belahan dunia. Dengan membayar berapa "rand" (mata uang Afrika) kami bisa mengambil batu sendiri sesuai yang diinginkan, asal tidak melebihi kantong yang diberikan petugasnya.



List Jenis batu-batu dunia

Dipilih...dipilih batunya


Lalu, setelah mencari bebatuan kami dibawa ke Boulders untuk melihat dan berfoto-foto bersama penguin. Di sana tidak terlalu lama, karena Pak Yudhi mengajak kami ke objek wisata yang tidak kalah indahnya, yaitu Cape Point dan Cape of God Hope.

Di Cape Point saya bisa melihat patung baboon dan juga mercusuar di puncaknya. Kalau yang tidak mau capek, sih untuk ke puncaknya bisa naik dengan cable car dengan membayar berapa rand (saya lupa tidak melihat harganya). Tapi nampaknya kurang terasa kalau tidak mendakinya dengan berjalan kaki, karena walaupun capek kami bisa mengambil foto pemandangan di setiap pemberhentiannya. Pokoknya pemandangannya benar-benar indah di Cape Point. Setelah puas berfoto-foto di Cape Point, kami bertolak ke Cape of God Hope.


Pintu Gerbang Cape of God Hope


SPG Cable Car


Foto sama papannya aja

Di sini kami hanya sebentar saja sekadar foto-foto, karena pada malam harinya sudah ada janji untuk makan malam bersama Ibu Konjen. Setelah puas berfoto-foto di Cape of God Hope, PCO yang melihat kami kelaparan, akhirnya membawa kami untuk makan sore kilat di Mariner’s Wharf, yaitu tempat "cozy" untuk memakan seafood. Kami dipesankan beberapa ikan. Ikannya sungguh lezat walau tanpa nasi, tapi bisa membuat perut kenyang karena ada kentang gorengnya. 


Kasih liat bungkusnya aja


Selesai makan, buru-burulah kami pergi. Tadinya, sih ingin langsung saja ke restoran China yang sudah dijanjikan Ibu Konjen. Berhubung salah satu orang Kemenpar dirasa harus berpakaian rapi, maka kami pun kembali ke hotel dan berganti baju formal untuk menghormati Ibu Konjen. Oke, semua sudah berganti pakaian dan siap meluncur ke restoran China tersebut. 

Sesampainya di restoran China, Ibu Konjen belum datang, lalu kami termasuk Kemenpar dan PCO repot memilih posisi duduk. Akhirnya semua sudah duduk di tempat masing-masing. Tidak lama, Ibu Konjen datang lalu kami semua berdiri untuk menyambut Beliau. Baiklah karena Ibu Konjen sudah datang, makanan juga sudah datang satu persatu, maka waktunya kami makan.


CheersAll

Hmm... makanannya kurang enak ternyata di restoran China itu, rasanya biasa saja tapi lumayanlah bisa mencicipi wine sedikit. Setelah perut terasa kenyang, mata lelah mengantuk, eh tapi masih kepikiran belum packing.

Melihat Ibu Konjen belum selesai-selesai mengobrol dengan kubu meja bundarnya, terlihat beberapa orang di meja bundar itu sudah bosan. Tak ada yang berani untuk menyudahinya. Lalu, untungnya ada salah satu orang dari Kemenpar yang menyudahi pembicaraan Ibu Konjen. 

Terima kasih sekali lho, dengan begitu kami bisa secepatnya kembali ke hotel untuk berkemas dan untuk beristirahat karena besok, harus sudah kembali ke Indonesia dengan penerbangan pagi.


Hari Keenam (Cape Town-Singapura)

Bangun pagi hari keenam terasa sangat singkat, karena pagi buta harus sudah bangun dan bersiap untuk breakfast, lalu dilanjutkan dengan transfer ke bandara Cape Town. Selagi menunggu rombongan lain yang masih breakfast, saya dan Frita mengenakan seragam yang sama kemudian ditanya oleh driver elf yang akan mengantar kami ke bandara. Mereka mengira kalau kami berasal dari China atau Korea (mungkin karena melihat wajah saya yang bisa dibilang oriental). Terlepas dari pertanyaan itu, perjalanan ke bandara tidak memakan waktu lama, hanya 30 menit sudah sampai. 

Sesampainya di bandara, PCO membelikan tiket, lalu check-in baggage dan bersiap untuk penerbangan ke Jakarta, tapi harus transit dulu di Johannesburg dan Singapura. Saat di petugas X-ray yang memeriksa barang bawaan kami, Frita tepat di belakang saya, lalu petugas itu berkata kalau seragam kami berdua "keren" dan kami sempat dibilang kakak-adik. 

Saya dan Frita hanya tertawa mendengar hal itu, "Busettt... kita dibilang kakak-adek, kagak tau ape kulit, mata, sama idung beda?!", kata Frita dengan logat betawi konyol. Lucu juga ya kami dibilang seperti itu, menurut saya sih, saya dengan Frita sama sekali tidak mirip. 


Hari Ketujuh (Singapura-Jakarta)

Akhirnya sekitar pukul 10 pagi, kami bisa menginjakkan kaki di tanah air lagi, setelah seminggu berada di negeri orang, rasanya rindu sekali dengan masakan-masakan Indonesia, seperti soto betawi, sate padang, dan lainnya. Walaupun setelah kembali ke tanah terjadi perbedaan suhu yang drastis. Di sana dingin di sini panas. Hehe... Welcome back to Indonesia! Bye-bye Afrika Selatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rahasia Penyuka Warna Biru

Hai .... hai yang penyuka warna biru, mana suaranya??? Tau nggak sih, orang yang menyukai warna biru ini cenderung kelihatan lembut, kaku dan tertutup.  Namun, semua tergantung mood- nya. Untuk hal kecil aja kadang bisa terharu lho, maklum hatinya mudah tersentuh. Selain itu, menurut psikologi warna, warna biru biasanya dapat dipercaya dan profesional. Makanya nggak heran kalau bank-bank banyak yang menggunakan warna biru pada logonya. Mau tau lagi karakter tentang si biru? Nih, saya justin beberkan karakter si biru: Sabar Lebih sering memendam jika perasaan dan hatinya dilukai dan mereka lebih memilih disakiti daripada menyakiti. Jika ada masalah sangat hati-hati dan tidak ceroboh dalam menyelesaikanya. Dalam pergaulan sangatlah sopan tidak terlalu mencolok dalam bersikap tidaklah ekstrim dan menghindari kalimat yang sinis, tajam atau kasar. Ia ingin berdamai dengan dunia dan seluruh makhluk yang ada di bumi (Ini jangkauan besarnya). Jangkauan kecilnya,...

Liburan Hemat Keliling Yogyakarta

Ini adalah pengalaman saya pergi bareng dengan saudari saya, Wulan untuk pertama kalinya. Menyempatkan travel atau refreshing otak menjelang akhir tahun 2017 lalu. Liburan kali ini jadinya ke Yogyakarta dengan menaiki kereta api. Sebelum memutuskan tujuan liburan, kami berdebat panjang. Saya ingin ke Banyuwangi , tapi Wulan ingin ke Semarang. Alih-alih tidak ingin terus bersebrangan pendapat, akhirnya kami menemukan titik tengahnya, yaitu Yogyakarta. Mengapa Yogyakarta dipilih menjadi destinasi kami kali ini? Karena kami menganggap kota ini cukup bersahabat untuk kesehatan kantong kami...hehe. Saat berangkat, saya hampir ketinggalan kereta karena bangunnya kesiangan. Ada perasaan takut tiketnya nggak kepake (buang-buang duit dong?). Eh, tapi untungnya saya sampai 10 menit sebelum kereta itu berangkat. Syukurlah masih bisa kekejar dan jadilah kami berangkat naik kereta ekonomi Gajah Wong. Posisi duduk kami di kereta, yaitu berhadapan dengan penumpang lain, kaki susah dijulurkan den...

Kisah Singkat [Kissing] Belajar Bahasa Rusia di PKR

Russian Center for Science and Culture Ketertarikan saya pada Rusia diawali dengan perginya saya ke kota Vladivostok, yang berada di pinggiran Rusia dan berdekatan dengan Korea Selatan. Setelah belajar huruf 'cyrilic' secara otodidak, kemudian saya mencari informasi tentang belajar bahasa Rusia lalu langsung mendaftarkan diri di Pusat Kebudayaan Rusia (PKR) yang terletak di Jl. Diponegoro No.12, Menteng tersebut. Bisanya saya belajar bahasa Rusia, padahal bahasa Inggris saja masih berantakan dan cenderung lebih ke pasif. Tapi ya mungkin memang sudah takdirnya saya harus mengenal bahasa Rusia dibanding bahasa-bahasa lainnya yang sudah terkenal dan digemari orang Indonesia kebanyakan, seperti bahasa Jepang, Perancis, Mandarin, dll. Mengambil keputusan untuk belajar bahasa Rusia seperti mengenang kembali kejayaan Soekarno pada masa itu, dimana Presiden pertama Indonesia itu bersahabat dengan petinggi Uni Soviet Nikita Krushchev sehingga berdirilah sebuah mesjid biru yang te...