Pacaran adalah sesuatu yang umum dan wajar, sewajar kegiatan yang dilakukan setiap orang dalam kehidupan. Setiap kegiatan yang dilakukan, pasti mempunyai tujuan. Adapun tujuan masing-masing orang tentu berbeda. Seperti halnya semua kegiatan, pacaran pun punya tujuan. Hanya orang tolol, bego, dan idiot yang menganggap pacaran adalah sebuah kegiatan yang tanpa tujuan dan hanya sekadar main-main atau iseng belaka.
Pacaran dipandang perlu, sebagai langkah awal untuk saling mengenal. Dengan pacaran seseorang akan memahami siapa dan bagaimana sifat serta watak seseorang, yang kelak kemudian hari mungkin menjadi pasangan hidupnya (who knows?). Pacaran juga salah satu ajang, untuk memupuk rasa senang menjadi rasa sayang, serta memupuk saling pengertian. Sehingga kelak keduanya dapat saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan mampu saling melayani tanpa harus diminta atau meminta, diperintah atau memerintah.
Pacaran memang bukanlah "garansi" bahwa seseorang akan bahagia, ketika pernikahan terwujud. Namun bukan pula sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari karena takut sakit hati. Sebagai pembuktian hal tersebut, realitas di bawah ini dapat dijadikan bahan acuan.
1. Pasangan tanpa pacaran, ini banyak terjadi dalam masyarakat kita. Kenal beberapa saat, bertemu beberapa kali, karena takut berbuat dosa ketika pacaran, mereka memutuskan untuk cepat-cepat menikah. Bila ditanyakan, apakah hidup mereka bahagia? Tidak ada yang bisa menjawab dengan pasti, kecuali mereka yang mengalami.
2. Pasangan yang pacaran. Tidak sedikit rumah tangga mereka hancur berantakan gara-gara hal yang bukan prinsip. Karena persoalan sepele, mereka memutuskan untuk berpisah, cerai. Harus berkali-kali dengan terpaksa menyisihkan waktu, menghadiri sidang untuk mencari pembenaran. Sekaligus sudah mempertontonkan aib serta mencemarkan nama baik keluarga mereka sendiri. Sebaliknya tidak dapat dipungkiri, banyak pasangan yang pacaran berhasil membina rumah tangga yang baik.
Uraian di atas mungkin dapat dijadikan referensi bahwa, benar pacaran bukanlah sebuah jaminan untuk mendapatkan kebahagiaan. Tapi sangat perlu juga diingat, sebaik-baiknya orang buta yang baru belajar tanpa tongkat, masih lebih baik orang buta yang berjalan menggunakan tongkat. Paling tidak ia dapat meraba atau merasakan batas ujung tongkat yang dipegangnya, dibanding orang buta yang yang meraba atau merasakan sejauh batas kakinya. Dengan mempergunakan ujung tongkat, yang sudah biasa menjangkau keadaan di depan lebih jauh, berarti lebih kecil pula kemungkinan mendapat masalah.
Bila buta diumpamakan cewek yang belum pernah punya pacar, tongkat adalah pengalaman, tentu seorang cewek lebih memilih melalui proses pacaran. Sebab dengan telah memahami siapa dan bagaimana sifat serta watak, orang yang mungkin kelak menjadi pasangannya, minimal cewek dapat mengantasipasinya. Mengapa perumpaan lebih ditujukan ke cewek dibanding cowok? Sebab dalam perjalanan rumah tangga, baik melalui pacaran atau tidak, apabila ada ketidak-cocokan kemudian bercerai, maka kemungkinan besar cewek-lah yang banyak dan sangat dirugikan. Bagi cowok? Mungkin hanya sebagian kecil saja yang berpikir, bahwa perceraian adalah persoalan.
Untuk itu, sangat disayangkan apabila sebuah pernikahan seorang cewek tidak mengenal siapa dan bagaimana sifat dan watak calon pendamping hidupnya kelak. Sebagai pertimbangan, mungkin pacaran adalah solusi terbaik, walau bukan yang terbaik. Dianggap solusi terbaik, apabila pacaran tsb dijalani dengan benar dan sesuai akidah agama. Hilangkan anggapan, bahwa kuantitas pacaran dapat lebih memupuk rasa cinta. Cinta tidak butuh kuantitas pertemuan. Cinta hanya butuh kualitas dalam setiap perjumpaan.
Kualitas setiap perjumpaan tidak diartikan terlalu berlebihan, layaknya orang bersuami istri. Jadi seorang cewek jangan mau diumpamakan seperti kendaraan, yang harus di "kir" (diperiksa, dicari nomor mesinnya? lalu diobok-obok apalagi untuk di test drive (dinodai) sebelum resmi "beli" (dinikahi). Lebih baik jadi pisang yang utuh, karena pisang baru akan dibuka kulitnya ketika sudah dibeli (dinikahi).
Komentar
Posting Komentar